Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Kinerja Ekspor-Impor

 


Nilai tukar mata uang di setiap negara tentu mempengaruhi kinerja bisnis salah satunya adalah kegiatan bisnis dalam ekspor impor. Termasuk di Indonesia dengan mata uang rupiahnya. Nilai tukar mata uang merupakan bagian penting dari perekonomian suatu negara karena mempengaruhi stabilitas ekonomi negara tersebut dan perdagangan internasional yang melibatkan transaksi perdagangan ekspor dan impor.

Perekonomian di Indonesia sendiri juga tidak hanya bergantung pada transaksi domestik tapi juga internasional melalui kegiatan ekspor impor dimana penerimaan negara yang menjadi penopang devisa salah satunya bersumber dari kegiatan ekspor. Data ekspor impor Indonesia menunjukkan nilai ekspor mencapai US$20,74 miliar, sedangkan impor US$20,59 miliar pada April 2025.

Nilai ekspor dan impor Indonesia pada April 2025 menunjukkan selisih yang tipis, dengan ekspor sedikit lebih tinggi daripada impor. Ekspor Indonesia pada bulan Maret 2025 tumbuh sebesar 5,95% dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan impor tumbuh 0,38%. Secara keseluruhan, ekspor Indonesia didominasi oleh komoditas seperti minyak kelapa sawit, karet, dan produk tekstil, sementara impor mencakup mesin, peralatan elektronik, dan bahan bakar minyak. Negara tujuan ekspor diantaranya China, Amerika Serikat, India, Jepang, dan Singapura adalah beberapa negara tujuan utama ekspor Indonesia. Sedangkan komoditas utama dari impor diantaranya mesin, peralatan mekanik, produk elektronik, dan bahan bakar minyak dengan negara tujuan seperti China merupakan negara pemasok utama untuk impor Indonesia.

Lalu apa pengaruh nilai tukar rupiah terhadap kinerja ekspor impor? Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, seperti dolar AS, memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia. Penjelasan dan analisisnya sebagai berikut:

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Ekspor

Nilai tukar rupiah melemah (depresiasi). Ketika Rupiah melemah, harga barang ekspor Indonesia menjadi lebih murah di pasar internasional. Sehingga menyebabkan peningkatan daya saing produk Indonesia dan volume ekspor cenderung naik. Selain itu eksportir juga memperoleh pendapatan lebih besar dalam rupiah untuk setiap unit barang yang dijual dalam mata uang asing. Sebagai contoh Jika 1 USD = Rp 15.000 menjadi Rp 16.000, eksportir yang menjual barang senilai $100 akan mendapat Rp 1.600.000 naik dari Rp 1.500.000.

Nilai tukar menguat (apresiasi). Disisi lain jika rupiah menguat, harga barang ekspor menjadi lebih mahal di pasar global, yang dapat menurunkan permintaan dan volume ekspor. Ini merugikan eksportir karena pendapatan dalam rupiah berkurang.

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Impor

Nilai tukar rupiah melemah (depresiasi). Melemahnya rupiah membuat barang impor, seperti bahan baku industri, mesin, atau elektronik, menjadi lebih mahal. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi dalam negeri dan mempengaruhi harga jual produk di pasar lokal. Impor cenderung menurun karena konsumen atau perusahaan mencari alternatif lokal atau mengurangi pembelian. Sebagai contoh barang impor senilai $100 yang sebelumnya Rp 1.500.000 menjadi Rp 1.600.000, membebani importir.

Nilai tukar menguat (apresiasi). Rupiah yang menguat membuat barang impor lebih murah, mendorong peningkatan volume impor. Ini menguntungkan industri yang bergantung pada bahan baku impor, tetapi dapat merugikan produsen lokal yang bersaing dengan produk impor.

Berdasarkan data hingga Oktober 2023, nilai tukar rupiah cenderung fluktuatif, dipengaruhi oleh faktor global seperti suku bunga The Fed, harga komoditas, dan geopolitik. Depresiasi rupiah pada 2022-2023 sempat mendorong surplus neraca perdagangan karena ekspor komoditas seperti batu bara dan nikel melonjak. Namun, pelemahan rupiah juga meningkatkan biaya impor bahan bakar dan pangan sehingga memicu inflasi. Pada 2025, jika tren serupa berlanjut, fluktuasi nilai tukar tetap menjadi tantangan bagi keseimbangan ekspor-impor.

Nilai tukar rupiah memainkan peran kunci dalam kinerja ekspor impor. Depresiasi rupiah cenderung menguntungkan eksportir namun membebani importir, sedangkan penguatan rupiah memiliki efek sebaliknya. Untuk menjaga stabilitas neraca perdagangan, diperlukan kebijakan moneter yang tepat dan strategi diversifikasi ekonomi.

****